Senin, 20 September 2010

BANKIR MEMIMPIN FISKAL

Dr. Roberto Akyuwen
Balai Diklat Keuangan Yogyakarta

Presiden SBY akhirnya telah melantik Agus Martowardojo sebagai Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani. Menkeu baru yang seluruh karirnya dijalani sebagai seorang bankir akan menjadi dirigen bagi orkestra fiskal Indonesia.
Jatuhnya pilihan kepada Sang Bankir menjadi menarik, karena berarti Presiden SBY melakukan antitesis untuk kedua kalinya. Yang pertama adalah ketika mengusulkan Darmin Nasution, seorang pakar dan praktisi fiskal, yang selanjutnya terpilih menjadi Deputi Gubernur Bank Indonesia. Jelas bahwa BI merupakan lembaga independen yang menangani urusan moneter. Singkatnya, Presiden SBY memilih seorang pakar dan praktisi fiskal untuk menahkodai otoritas moneter, dan sebaliknya menetapkan seorang praktisi perbankan untuk memandu kebijakan fiskal.
Memang, menempatkan seorang pemain sepakbola berkaki kiri atau kidal menjadi right back, atau sebaliknya menempatkan pesepakbola berkaki kanan atau ortodoks menjadi left back, adalah sesuatu yang lazim dalam suatu tim sepakbola kelas dunia. Namun, analog ini tentu tidak sepadan digunakan untuk mengelola perekonomian negara.
Dalam buku teks ekonomi makro disebutkan bahwa koordinasi, sinkronisasi, dan sinergitas di antara kebijakan moneter dan fiskal sangat vital dalam rangka menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Tidak bermakna bahwa perumusan kebijakan fiskal perlu dipimpin seorang praktisi moneter, dan sebaliknya formulasi kebijakan moneter dikendalikan oleh praktisi fiskal. Terkecuali di negeri tercinta ini tidak ada lagi sumber daya manusia yang memiliki kompetensi sesuai di kedua bidang tersebut. Apakah demikian? Rasanya tidak!
Terlepas dari pertimbangan “matang” ala Presiden SBY, tantangan pertama yang segera dihadapi oleh Menkeu baru adalah kerumitan administrasi birokrasi. Kreativitas dan keberanian semata tidak akan cukup untuk mewujudkan ide-ide brilian dalam naungan birokrasi. Kesabaran dan human relation justru seringkali berperan signifikan. Semoga Menkeu baru tidak terlalu banyak menghabiskan waktu untuk penyesuaian, karena langkah-langkah aktual telah dinanti-nanti untuk menyelesaikan beraneka ragam persoalan fiskal.
Tantangan kedua berkaitan dengan ruang lingkup tugas dan fungsi Kementerian Keuangan yang jauh lebih luas jika dibandingkan dengan Bank Mandiri. Harus diakui cukup banyak bankir di Indonesia yang hanya berkesempatan mengembangkan kompetensinya hanya pada teknis perbankan, dan terbatas dalam memahami aspek ekonomi makro. Apalagi detil perumusan dan dampak kebijakan fiskal!
Patut diduga Menkeu baru akan sangat sering melakukan rapat-rapat internal yang banyak diisi dengan topik mengkonfirmasi beragam terminologi di lingkungan kerja Kementerian Keuangan. Sebagai contoh, kerumitan keuangan daerah merupakan substansi yang nampaknya cukup asing di mata Menkeu baru. Sebagai akibatnya, ketergantungan kepada para Pejabat Eselon I maupun pejabat struktural pada tingkat yang lebih rendah akan sangat tinggi dan ini menjadi tantangan ketiga.
Apabila relatif kurang puas dengan kinerja bawahannya, maka secara manusiawi, Menkeu baru cenderung akan menghadapi tantangan keempat, yaitu melakukan mutasi dan penggantian pejabat. Pengisian pos-pos jabatan strategis dengan orang-orang yang “sealiran” tidak dapat dihindari dan merupakan fenomena yang umum dijumpai di birokrasi. Penggantian yang paling awal nampaknya akan terjadi pada pos Staf Khusus dan kemudian diikuti pos-pos struktural lainnya, termasuk secara bertahap mengisi posisi Komisaris yang diduduki oleh Pejabat Eselon I Kementerian Keuangan di banyak BUMN.
Tantangan yang terakhir adalah kinerja Menkeu baru sendiri. Sri Mulyani dengan segenap “tindak-tanduknya” telah melakukan banyak hal yang dikemas dalam format Reformasi Birokrasi. Meskipun harus melewati “suka-duka” dan belum optimal, setidaknya telah terbentuk standar kinerja Menkeu yang menjadi benchmark di mata kalangan internal maupun eksternal Kementerian Keuangan, khususnya pelaku ekonomi pasar dan politisi. Jika demikian, apakah Agus Martowardojo akan mampu melampaui “batas capaian kinerja” Menkeu tersebut? Sangat menarik untuk ditunggu seiring berjalannya waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar